February 17, 2014

Bukan Tahsin Al-Quran Tapi Tahsin Tilawah

Ma'had Al-Kautsar
dakwatuna.com - Ini pembahasan yang ringan, tapi tetap saja sering risih kalau mendengar ada orang yang menggunakan ungkapan “Tahsin Al-Quran”. Bahkan ada saja satu-dua guru Tahsin yang juga mengucapkan “Tahsin Al-Quran” dan bukannya “Tahsin Tilawah”. Kalau tidak percaya, silakan cari kata “Tahsin” di Google, dan hasilnya bisa dilihat sendiri!

Sekilas tentang Definisi
Pertama, makna kata “Tahsin”

Kata Tahsin ( تَحْسِيْنٌ ) dalam Bahasa Arab berasal dari kata ( حَسَّنَ ــ يُحَسِّنُ ــ تَحْسِيْنًا ) yang maknanya kurang lebih “memperbaiki, memperindah, mempercantik”. Kata ini merupakan turunan dari kata dasar ( حَسُنَ ــ يَحْسُنُ ــ حُسْنًا ) yang artinya “bagus, baik, cantik”. Contoh paling baik adalah sebuah doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika kita bercermin:
اَللّٰهُمَّ كَمَاحَسَّنْتَ خَلْقِيْ فَحَسِّنْ خُلُقِيْ
“Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah bentuk fisikku, perindah pulalah akhlaqku!” (HR. Thabrani)

Jadi, yang bisa di-tahsin itu banyak, bisa bentuk fisik (itu adalah kewenangan Allah), akhlaq, dan juga kemampuan tilawah kita.

Kedua, makna “Tilawah”

Kata tilawah ( تِلَاوَةٌ ) berasal dari kata ( تَلَا ــ يَتْلُو ــ تِلَاوَةً ) yang bermakna “membaca, mengikuti”. Contohnya terdapat di dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 127:
يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ
“Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya.”
Kata tilawah ini senada dengan qira’ah ( قِرَاءَةٌ ) yang berasal dari kata ( قَرَأَ ــ يَقْرَأُ ــ قِرَاءَةً ) dan bermakna “membaca, menelaah, mempelajari”. Jadi bisa kita gunakan ungkapan Tilawatul Qur’an dan Qira’atul Qur’an untuk menyatakan maksud membaca Al-Qur’an.

Jadi, Bukan Tahsin Al-Quran

Kalau kita memadukan kata “Tahsin” dengan “Al-Qur’an” (Tahsin Al-Qur’an) kira-kira maknanya menjadi: “memperbaiki Al-Qur’an, memperindah Al-Qur’an”. Permasalahannya adalah, memangnya boleh memperbaiki Al-Qur’an? Memangnya ada yang kurang dari Al-Qur’an? Al-Qur’an masih kurang indah hingga harus diperindah?
Maka, penggunaan ungkapan yang pas adalah “Tahsin Tilawatil Qur’an” ( تَحْسِيْنُ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ ) yang bermakna “memperbaiki cara membaca Al-Qur’an”. Jadi yang diperbaiki itu “cara membaca”-nya, bukan “Al-Qur’an”-nya. Artinya, cara kita membaca Al-Qur’an yang salah harus diperbaiki sesuai dengan cara yang Rasulullah ajarkan. Targetnya adalah agar benar pengucapan hurufnya, tepat ukuran madnya, pas dalam berwaqaf, dan memperindahnya dengan menyempurnakan ghunnah serta tafkhim-tarqiq. Dan kalau ingin yang singkat, ucapkan saja “Tahsin Tilawah”, bukan “Tahsin Al-Qur’an”.
Jadi, siapa nih yang mau belajar Tahsin?


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/01/29/45466/bukan-tahsin-al-quran-tapi-tahsin-tilawah/#ixzz2te1PI600 

February 6, 2014

Dakwah dari Terminal Hingga Negeri Paman Sam

Ma'had Al-Kautsar

KH Umung Anwar Sanusi Lc Pengasuh Pondok Pesantren Al-Kautsar. 

Dakwah harus dilakukan dengan cara persuasif dan lemah lembut. Itulah salah satu perkataan yang dilontarkan kang haji sapaan akrabnya KH Umung Anwar Sanusi Lc pengasuh pondok pesantren Alkautsar yang bertempat di jalan pejuang No.100, Karangpucung Wetan Desa Jajawar Kecamatan Banjar. 

Ditemui penulis dikediamannya, kamis (17/11), KH Umung Anwar Sanusi Lc disela-sela kesibukannya berdakwah dan mengajar di pesantren yang didirikannya, memaparkan perjalanan dakwahnya saat mulai menginjakan kaki dikota Banjar setelah empat tahun menimba ilmu di Kota Madinah. Mengawali obrolannya beliau memaparkan tentang dakwah Rosululloh yang rahmatan lil a’lamin dan benar-benar membawa nilai kebaikan bagi masyarakat luas. Pengaruhnya, lnjutnya, bukan hanya umat Islam saja tetapi umat agama lain pun harus ikut merasakan kedamaianya. 

Mengawali dakwahnya beliau mulai merintis dakwah keberbagai kalangan objek dakwah. Ketika itu tahun 1995 beliau memulai dakwahnya dikalangan masyarakat bawah. Masyarakat terminal kang haji jajal dengan modal keberanian. Karena menurutnya pada hakikatnya manusia itu hati  yang mempunyai potensi condong pada kebaikan, tetapi bisa menjadi berbeda ketika mereka dihadapkan pada sebuah lingkungan yang kurang baik dan latar belakang kehidupan yang jauh dari agama. “ saya mencoba merangkul masyarakat terminal, tukang ojeg dan masyarakat lainnya sekitar tiga tahunan,” ujar bapak yang mempunyai empat anak itu. 

Dakwahnya tidak sampai disitu beliau mengaku diajak dengan rekan dakwahnya  untuk menyampaikan ajaran yang lurus ke negara yang dikenal adidaya yaitu Amerika Serikat (AS). Dari pengalamanya itulah beliau melihat banyak keragaman yang membuat beliau tahu tentang bagaimana dakwah yang benar dan bisa diterima oleh semua kalangan. Sehingga mereka tertarik dengan islam. Di AS beliau pernah singgahi beberapa tempat untuk berdakwah yaitu Illionis, New York, Wasington dan Los Angeles. Disana beliau bertemu dengan berbagai kalangan dari berbagai etnik. “banyak hal yang menarik untuk bisa diambil pelajaran dakwah bagi kita,” ujar KH Umung yang sudah mempunyai sekitar 500 santri saat ini. 

Diusianya yang 60 tahun ini beliau sekarang sedang bekerja keras untuk mengembangkan Pondok Pesantren yang didirikannya. Banyak Ide pengembangan pendidikan agama keluar dari pikirannya. Diantaranya saat ini beliau sedang menjajaki tanah untuk dijadikan pengembangan wirausaha bagi siswa yang putus sekolah. Hal ini beliau memberikan berbagai macam fasilitas supaya out put nya bisa menjadi pribadi yang mandiri. “ jadi saya sekarang sedang mengembangkan MA, MTs dan RA sekaligus pengembangan wirausaha bagi siswa yang putus sekolah,” ungkap bapak yang mengaku pernah menjadi anggota DPR RI itu. 



Deni F Ramdani
Radar Banjar